Jumat, 22 Februari 2013

せいじんのひ(Seijin No Hi)

Haiiiii, saya kembali lagi hari ini. Kali ini saya mau posting sebuah upacara besar yang tiap tahunnya dilaksanakan di tanah yang biasanya saya informasikan, ya Seijin No Hi. Artikel ini sebenarnya sudah jadi jauh sebelum hari upacara itu, tapi berhubung untuk semester ini jadwal Senin Sabtu saya bisa dikatakan always full dari pagi sampai sore (07.00 s/d ±14.30 WIB). Pulang gasik paling hari Jumat, itupun kalau sedang tidak ada rapat KARISMA Magz. Kalau hari minggu, jadwal tidak dapat diprediksi. Apakah ada acara di sekolah, ‘tambalan les’, acara keluarga, acara nonton bareng teman ‘jadul’ ataupun ‘baru’, jalan-jalan sendiri atau dengan orang lain? Tapi yang jelas harus ada waktu untuk menyiapkan kebutuhan sekolah yang memang harus disiapkan hari itu. Eh? Sepertinya saya terlalu banyak bicara. Intinya sekarang saya sibuk sekali, sampai-sampai saat pelajaran Fisika pun saya menguap-uap.


Yah karena saya sibuk, akhirnya baru bisa posting artikel ini sekarang. Oh ya sepertinya saya harus mengatakan ini pada kalian semua agar kalian memaklumi jadwal post saya yang mungkin terkadang susah dimengerti. Saya ini adalah tipe orang yang kalau sudah tersambung ke Internet maka saya akan susah sekali untuk berhenti. Sebenarnya tidak mutlak seperti itu, toh saya juga harus sering mengikuti ‘aktifitas persekolahan’ lewat internet. Yah, intinya kalau saya berhubungan dengan internet untuk hiburan, maka saya akan susah berhenti. Jadi, untuk mengakalai itu saya harus pintar-pintar mengatur diri kapan sebaiknya saya berinternet. Ah, cukuplah sesi curhat saya. Langsung saja saya persembahkan Seijin No Hi..........

Seijin No Hi atau bisa kita sebut sebagai Hari Kedewasaan adalah perayaan bagi para pria dan wanita yang telah berusia 20 tahun, khususnya bagi mereka yang telah berusia 20 tahun sejak tanggal 2 April di tahun sebelumnya sampai dengan sebelum tanggal 1 April di tahun yang baru. Perlu kalian tahu kalau menurut hukum di Jepang, usia 20 tahun adalah usia dimana seseorang sudah tidak lagi terlalu tergantung pada orang tua atau singkatnya sudah dewasa (di Indonesia usia masuk dewasa adalah 17 tahun, sedangkan Amerika Serikat 18 tahun). Seijin No Hi sudah ada sejak ±1300 tahun yang lalu, tetapi baru ditetapkan menjadi hari libur nasional sejak tahun 1948. Pada awalnya, Seijin No Hi diadakan setiap tanggal 15 Januari, tetapi sejak tahun 2000 perayaan ini dirayakan setiap hari senin di minggu kedua bulan Januari.

Pada hari itu, sudah menjadi adat orang muda yang berusia 20 tahun akan pulang ke kampung halaman mereka atau berkumpul di gedung kota untuk mengikuti upacara yang disebut Seijin Shiki (upacara Kedewasaan). Seijin Shiki biasanya diselenggarakan oleh pemerintah setempat, dan umumnya dilaksanakan pada pagi hari. Dalam acara tersebut akan ada seorang pegawai pemerintah atau seseorang yang dituakan akan memberikan ceramah tentang kewajiban dan tanggung jawab mereka sebagai orang dewasa dalam masyarakat. Mereka juga mendapatkan bingkisan kecil sebagai penghargaan. Setelah upacara tersebut, para pemuda tadi akan bersama-sama menuju ke kuil setempat untuk berdoa memohon kesehatan, kesuksesan, dan kemakmuran.



Dalam menyambut Seijin No Hi, kuil-kuil juga mengadakan suatu acara khusus, sejenis pelatihan bagi orang muda tersebut menghadapi dunia orang dewasa. Setelah berdoa meraka akan bersama-sama pergi pesta dan minum-minum sampai larut malam. Kadang ini juga dijaikan kesempatan untuk reuni dengan temam-teman saat SMU atau teman apa saja.

Pada perayaan Seijin No Hi, di jalan-jalan akan terlihat banyak orang muda yang berpakaian yang bisa saya kataka menarik. Karena, para wanita memakai Kimono furisode, yaitu kimono yang dipakai oleh wanita dewasa yang belum menikah, yang memiliki bagian lengan yang panjang dan terkadang ditambah scarf bulu. Perlu diingat kalau Scraf bukanlah satu paket dengan Kimono Furisode, tapi ini hanya dimaksudkan untuk menjaga suhu tubuh, karena cuaca yang dingin.

Karena untuk sekarang harga kimono yang dapat dikatakan mahal untuk masyarakat jepang, jadi banyak dari wanita memilih menyewa kimono agar tidak menghabiskan biaya yang terlau banyak. Apalagi untuk wanita yang tidak bisa memakai kimono sendiri, meraka juga harus membayar orang yang memakaikannya kimono tersebut. Selain itu tak sedikit dari mereka harus mengeluarkan uang lagi untuk membayar jasa salon yang mendandani mereka.

Untuk para pria saya kira tidak bisa dikatakan repot, karena biasanya mereka cukup menggunakan pakaian resmi saja. Tetapi ada juga yang memilih memakai kimono hitam.
Seijin No Hi ini ternyata memiliki lika-liku juga dalam perkembangannya. Menjelang akhir periode Edo (1600-1867) dalam acara ini ada ritual yang dikenal sebagai Genpuku, yang diambil dari nama seorang pendeta Shinto. Ritual ini dilakukan oleh laki-laki yang telah mencapai usia dewasa. Adapun, sampai abad ke 19, peserta upacara ini diambil dari yang berumur 10-16 tahun dan dibatasi untuk kalangan keluarga samurai. Untuk pertama kalinya, mereka akan mengenakan pakaian orang dewasa dan potongan rambut orang dewasa. Selain itu, mereka juga akan menerima nama dewasa mereka, juga hiasan kepala (kanmuri atau eboshi).

Adapun dikalangan bangsawan, upacara ini disebut Kanrei. Untuk kalangan bangsawan, selain menerima eboshi, peserta juga akan menerima fundoshi, sejenis cawat yang kini digunakan pesumo.

Tentu saja ada upacara serupa untuk perempuan, yang dinamakan mogi. Upacara ini diadakan untuk perempuan usia 12-16 tahun, yang dianggap baik bagi seorang perempuan untuk menikah. Dalam upacara ini mereka akan menerima kimono tergantung dari agama yang dianutnya, gigi mereka akan digelapkan, serta alis mereka dicukur.

Lalu perubahan apa saja yang terjadi dalam hidup mereka?

Pada umumnya mereka sudah boleh merokok, minum minuman beralkohol, main judi, menandatangani kontrak, dan mengikuti pemilihan umum. Dibalik semua hak-hak "istimewa" itu, mereka juga mendapatkan tanggung jawab baru.

Selain itu, pada umumnya para orangtua sudah mulai mengikis uang jajan mereka dan menyarankan mereka untuk mulai mencari kerja. Dan kalau mereka melanggar hukum, mereka juga akan disidang sebagai orang dewasa dan masuk penjara.

Beberapa tahun terakhir ini, makna dari ucapan Seijin No Hi cenderung mulai berkurang. Terkadang, penyelenggara merasa kecewa oleh perilaku dari peserta upacara tersebut, seperti meremehkan atau meneriaki pembawa ceramah. Selain itu, seringkali pemuda-pemudi yang mengikuti acara tampak megobrol atau berbicara di telepon. Tampaknya tak banyak yang masih ingat bahwa sebenarnya hal terpenting dari perayaan Seijin No Hi bukanlah sekedar pakaian baru atau pesta, tetapi sebagai peringatan mengenai pentingnya generasi muda bagi suatu negeri.
Akhirnya tuntuas juga artikel ini, semoga kita bisa menggambil banyak pelajaran dari artikel ini. Well, kaomoji again ~~^^ Arigatou Gozaimasu!!!!! (@NBS).

Maneki Neko / 招き猫


Cethaaaaaaaaaaaar, pasti tidak asing kan dengan gambar di atas? Itu adalah salah satu oleh-oleh khas dari Jepang. Biasanya kalau ada orang berwisata ke Jepang atau dari bunkasai tidak akan lupa membeli oleh-oleh yang satu ini.

Oh iya, kalian kenal kan sama yang namanya Doraemon? Ya Doraemon merupakan salah satu tokoh kucing paling terkenal di Jepang dari dulu sampai sekarang. Selain doraemon, ada juga lho kucing yang menjadi kepala stasiun kereta.

Haha, saya tidak tahu apa yang mereka pikirkan sampai-sampai menjadikan kucing sebagai kepala stasiun. Akan tetapi, setelah mengetahui bahwa jika di Jepang kita dapat melihat di mana-mana pasti ada sesuatu yang berhubungan dengan kucing. Mulai dari klub pecinta kucing, mainan, manga, anime, kafe untuk para kucing lovers, salon kucing, dan lain sebagainya yang serba kucing. Pantas saja jika ada orang yang menjuluki Jepang sebagai Negeri Kucing.
Mungkin di antara kalian ada yang bertanya-bertanya, bagaimana si sejarah kehidupan kucing di Negeri Kucing tersebut? Baiklah, mari saya beri anda tahu, ngehe...Kalau sumbernya tidak salah, sekitar tahun 1000-an dipercaya bahwa pada saat itu orang-orang Jepang sudah mulai memelihara kucing. Kaisar Ichijo lah yang hidup pada tahun 987-1011M yang pertama kali memperkenalkan kucing peliharaan kepada masyarakat Jepang, setelah dia menerima utusan dari negeri China yang membawa kucing peliharaannya. Tidak bisa dipungkiri bahawa pada saat itu, hanya parana bangsawanlah yang mampu memelihara kucing, hal ini dikarena harganya yang sangat mahal.

Banyak yang menganggap kucing sebagai simbol keberuntungan, seperti para pemilik toko. Simbol pembawa keberuntungan paling terkenal di Jepang adalah barang berbentuk kucing yang dapat menggerakkan tangannya naik turun. Yang biasa disebut dengan Maneki Neko (招き猫 / kucing yang memanggil atau kucing yang mengundang). Kini Maneki neko tidak hanya menjadi simbol keberuntungan bagi warga Jepang saja namun juga bagi negara-negara lain yang tersebar di seluruh dunia.
Very cute Maneki Neko
Tampaknya si kucing menggerakkan tangannya untuk mengundang atau menyambut pembeli, namun sebenarnya itu merupakan kebiasaan kucing membasuh wajahnya. Karena kesensitifannya, kucing akan merasa tidak nyaman dan tidak bisa beristirahat saat seseorang datang/berada di dekatnya. Untuk menghilangkan rasa takutnya, kucing menyeka wajahnya. Dari kebiasaan tersebut, orang Jepang beranggapan bila kucing membasuh wajahnya berarti akan ada seseorang yang datang (pembeli). Selain itu, kucing yang menyeka wajahnya terlihat seperti sedang menyambut tamu yang akan datang. Oleh karena itu, orang Jepang percaya bahwa jika mereka meletakkan figur kucing dengan postur menyambut tamu di depan tokonya, maka pelanggan akan masuk

Ternyata banyak sekali orang yang salah paham dengan mengira Maneki Neko beasal dari China, tapi kebanyakan sumber menyebutkan bahwa Maneki Neko berasal dari Jepang sekitar tahun 1870-an semasa era Meiji. Ada banyak cerita yang menceritakan asal mula dan sejarah dari maneki meko. Di sini saya hanya akan menceritakan dua dari cerita besar tentang asal mula Maneki Neko.

Japanes Bobtail Cat

Yang pertama adalah cerita legenda jisho-in. Cerita ini berasal dari Jisho-in, sebuah kuil di Shinjuku, Tokyo. Ceritanya, ada seorang samurai bernama Ota Dokan yang tersesat di jalan setelah hampir kalah dalam Pertempuran Egotagahara pada tahun 1476-1478. Tiba-tiba di hadapannya muncul seekor kucing yang melambaikan kaki depan depannya dan mengajaknya untuk beristirahat di kuil Jisho-in. Setelah beristirahat beberapa lama di kuil tersebut, kekuatan Ota Dokan pun pulih dan menang dalam pertempuran. Sebagai rasa terima kasihnya, beliau memberikan patung Jizoson berbentuk kucing lalu dipersembahkanlah patung tersebut kepada kucing tersebut. Di kemudian hari, patung berbentuk kucing itu disebut-sebut sebagai cikal bakal maneki neko.

Dan cerita yang kedua adalah cerita Legenda Gotoku-ji, Cerita ini berasal dari kuil Gotoku-ji, Setagaya, Tokyo. Seorang penguasa Domain Hikone yang bernama Ii Naotaka sedang dalam perjalanan pulang setelah berburu dengan burung elangnya dan melewati kuil Gotoku-ji. Di depan pintu gerbangnya, ia melihat seekor kucing peliharaan biksu yang terlihat seperti memanggilnya untuk masuk ke dalam kuil. Ajakan kucing tersebut diikuti Ii Naotaka yang langsung masuk ke dalam kuil tersebut untuk beristirahat. Ketika ia  baru saja meluruskan kakinya, turunlah hujan lebat disertai petir. Ii Naotaka sangat gembira karena tidak basah kehujanan. Sebagai rasa terima kasihnya kepada kucing tersebut, Ii Naotaka menyumbangkan uang untuk pembangunan kembali Gotoku-ji menjadi sebuah kuil yang megah. Ketika kucing tersebut mati, sebuah makam didirikan oleh biksu untuknya. Beberapa lama kemudian, Aula Maneki neko didirikan di lingkungan kuil berikut sebuah patung yang diberi nama Manegineko. Patung tersebut berbentuk seperti  kucing yang sedang mengangkat sebelah kaki depan nya.

Namun pada umumnya, inti cerita asal Maneki Neko ini adalah si kucing menyelamatkan pemiliknya dari bahaya, penyakit dan kemiskinan

Gold Coi

Gambar di samping kiri adalah Maneki Neko yang ada di jaman modern, yang sering digambarkan membawa Koban (koin emas dari jaman Edo). Jika dipajang di toko, dipercaya akan mengundang banyak pembeli untuk datang ke toko.

Sedangkan gambar di samping kanan adalah patung tua Maneki Neko yang terbuat dari kayu. Dapat dilihat kalau dibawah kaki kanannya terdapat sebuah palu godam yang bertuliskan Fuku (福) yang berarti keberuntungan atau kemakmuran.

Saya rasa isyarat pembawa keberuntungan yang ada pada Maneki Neko terlihat dari tulisan pada koin emas yang dibawanya. Ada koin yang bertuliskan ‘fujuku’ yang berarti beruntung serta berumur panjang, ada yang bertulisankan tentang harapan/cita-cita seperti “Senmanryo” yang berarti sepuluh juta koin emas atau dan “Kaiun” yang berarti keberuntungan yang lebih baik.

Sedangkan bell yang menggantung di kalungnya adalah aksesoris yang biasa dikenakan oleh keluarga-keluarga kaya yang memelihara kucing pada jaman Edo.
Right and Left hands

Kebanyakan orang percaya bahwa terdapat perbedaan makna dari lambaian tangan Maneki Neko. Menurut sebuah survey di Jepang, sekitar 60% Maneki Neko di Jepang mengangkat tangan kirinya, kepercayaan jika Maneki Neko melambaikan tangan kirinya adalah akan ada pengunjung yang datang. 39% mengangkat tangan kanannya, kepercayaan jika ia melambaikan tangan kanannya adalah akan ada keberuntungan, uang, dan kesehatan bagi pemiliknya. Semakin tinggi lambaian tangannya, makin banyak pengunjung yang masuk serta kesehatan dan keberuntungan bagi sang pedagang.
Angkat tanganmu!
Pada umumnya,  maneki neko tidak dibuat dengan bentuk kedua tangan depan diangkat, karena posisi seperti itu dianggap seperti posisi orang yang sedang menyerah. Akan tetapi masih saja ada orang yang membuatnya, dan hasil surveynya adalah 1% untuk Maneki Neko yang mengangkat kedua tangannya. Oh ya, pada umumnya model yang digunakan untuk pajangan ini adalah  kucing Japanese Bobtail dengan buntut pendek seperti buntut kelinci.
Black Maneki Neko
Maneki Neko juga hadir dalam warna hitam, warna yang dikenal sebagai warna kegelapan. Jadi, Maneki Neko hitam dipercaya untuk menghindari kejahatan/malapetaka dan kemalangan. Maneki Neko hitam dengan tangan kirinya yang melambai-lambai diartikan sebagai perlindungan dari gangguan/masalah yang orang-orang bawa dan kelihatannya paling efektif bila diletakkan dekat pintu depan.

Namun, seperti layaknya koin yang memiliki dua sisi berbeda, banyak juga yang percaya kalau kucing mengundang nasib buruk. Ada suatu masa ketika kucing dipercaya dapat berubah menjadi monster, namanya adalah bakeneko dan nekomata.

Baiklah lain waktu kita akan membahas mengenai bakenko dan nekomata yang ada di Jepang (@NBS).

Source : www.jepang.net/maneki-neko.html

Apa yang terlintas di pikiran anda saat melihat gambar-gambar ini?

Kemari saya main-main ke tokyotimes.org, terus nemu gambar-gambar di bawah ini. Eh, saya mau tanya apa yang terlintas di pikiran anda saat anda melihat gambar-gambar di bawah ini? Kalau saya kisah tragis keluarga raya, kekeke....














Source: tokyotimes.org

Old and new Tokyo


Selalu ada sesuatu pada potret ini yang menggelitik saya saat saya melihatnya. Bagaimana dengan anda? (@NBS).

Source: tokyotimes.org

Sabtu, 12 Januari 2013

Zubco-Payung Samurai

Zubco

Waktu saya sedang mencari-cari gambar payung karena salah satu payung saya rusak (kegiatan yang sangat tidak nyambung), saya nemu gambar payung ini. Namanya Zubco/Payung Samurai. Kenapa dinamai seperti itu? Ya karena kalau anda memperhatikan bagian pegangannya, anda dapat melihat kalau itu mirip pengangan pada pedangnya samurai.

Ah, kebayang gak sih kalau saya ke sekolah dengan membawa payung ini. Pasti kerinduan teman-teman saya kepada tingkah saya yang sering membawa barang-barang unik, aneh, dan ajaib terpuaskan. Karena saya akan tambah keren, ngehe ~~^0^  <kaomoji again (@NBS).

Readers

Hakk�mda

About Me