Senin, 17 September 2012

Naskah Pidato B. Indonesia

                                                               Nama       : Naila Rizqi Barokah
                                                               Kelas       : XI IPA 5
                                                               No. Urut  : 21
                                                               NIS         : 15221

  1. Sumber
    • Tempat            : Masjid Al-Badar, Bojongsari, Alian, Kebumen.  
    •   Tanggal           : 15 Agustus 2012
    •  Pukul               : 21.00
    •  Acara               : Pengajian Tarawih
    •  Pembicara        : Ustadz Munjid Al-Hakim

  1. Pokok-pokok
·         Orang yang ragu apakah dia sudah bersuci dari hadast kecil yang kemudian berwudlu dengan niat menghilangkan hadast apabila ia masih berhadast dan niat mempebarui wudlu apabila ia sudah bersuci, hukumnya sah.
·         Dalam kasus orang yang ragu apakah ia mempunyai tanggungan puasa wajib atau tidak, Ibnu Hajjar Al-Haitami menyamakan dengan hal di atas.
·         Orang yang yakin tidak mempunyai tanggungan puasa wajib, tapi ia berpuasa seolah-olah ia ragu, niat dan puasanya haram.
·         Segera memenuhi tanggungan puasa wajib.

  1. Pengembangan

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,

Yang terhormat Ibu Istiqomah selaku guru mapel Bahasa Indonesia XI IPA 5,
yang saya hormati ketua kelas XI IPA ,
dan teman-teman yang saya sayangi.

Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahan karunia-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul dalam kesempatan ini. Semoga shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya  di hari akhir esok. Terima kasih saya ucapkan kepada Bu Isdtiqomah dan teman-teman yang telah memberikan saya kesempatan untuk menyampaikan kembali hal-hal yang saya dapat dari mendengarkan sebuah khotbah pada hari Rabu, tanggal 27 Romadhon 1433 H atau tanggal 15 Agustus 2012, sekitar pukul 21.00, di Masjid Al-Badar, oleh Ustadz Munjid Al-Hakim.
Hadirin yang saya sayangi,
Banyak orang tua di sekitar kita yang selalu menasehati anak-anaknya supaya tidak berpuasa sunah kecuali dengan niat qadha puada Ramadhan. Bagi sebagian anak yang masih kecil, yang belum tahu ilmu dasar tentang puasa, tentu akan menuruti saja apa yang orang tua anak itu katakana. Akan tetapi bagaimana dengan anak-anak yang sudah tahu ilmu dasar berpuasa? Maka tidak bisa dipungkiri jika di antara anak-anak itu ada yang mengalami  kebingungan. Mungkin di antara mereka ada yang bertanya demikian, “Bagaimana ini, saya yakin puasa wajib atau Romadhon saya sah. Akan tetapi kenapa pada saat berpuasa sunah saya harus berniat dengan niat mengqadha puasa Ramadhan saya?”
Hadirin yang dirahmati Allah,
Banyak ulama hadisdt yang ikut memberikan pendapatnya terhadap masalah ini, salah satunya adalah Ibnu Hajjar AL-Haitami. Dalam kitab karangannya yang berjudul Al-Fata Al-Fiqih Al-Qubra, beliau menyamakan kasus ini dengan kasus orang yang berhadast kecil, tapi dia ragu apakah dia sudah bersuci atau belum. Kemudian orang itu berwudlu dengan niat menghilangkan hadast jika ia masih berhadast, jika tidak maka niatnya untuk memperbarui wudlunya. Kasus tersebut disahkan oleh sebagian besar ulama fiqih di dunia.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa orang yang ragu apakah dia mempunyai tanggungan puasa wajib atau tidak, kemudian ia berpuasa dengan niat memenuhi tanggungannya atau yang biasa disebut qadha puasa, dan berniat puasa sunah apabila tidak ada kewajiban qadha. Maka niat dan puasanya sah.
Dalam hal ini yang perlu sekali untuk diingat adalah orang yang yakin tidak memiliki kewajiban menqadha puasa, tapi ia berpuasa seolah-olah dia ragu akan puasa wajibnya. Maka niat dan puasanya haram karena ia sama saja bermain-main dengan ibadah. Selain itu, Ibnu Hajjar Al-Haitami juga menambahkan bahwa orang yang yakin mempunyai kewajiban mengqadha puada agar sesegera mungkin memenuhinya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang lebih baik bagi orang yang ingin berpuasa sunah adalah berniat mengqada puasa jika memang mempunyai kewajiban jika tidak puasanya untuk puasa sunah saja, agar bisa menghasilkan puasa qadha jika memang punya kewajiban.
Hadirin yang saya hormati.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga yang saya sampaikan tadi dapat bermanfaat bagi kita. Mohon maaf atas kesalahan yang saya perbuat. Terima kasih atas kesediaan hadirin untuk menyimak apa yang saya sampaikan.

Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

  1. Rangkuman
Dalam pengajian ini, Ustadz Munjid Al-Hakim menyampaikan bahwa orang yang ragu apakah dia sudah bersuci dari hadast kecil yang kemudian berwudlu dengan niat menghilangkan hadast apabila ia masih berhadast dan niat mempebarui wudlu apabila ia sudah bersuci, hukumnya sah.
Dalam kasus orang yang ragu apakah ia mempunyai tanggungan puasa wajib atau tidak, Ustadz Munjid Al-Hakim merujuk pada pendapat Ibnu Hajjar Al-Haitami yang menyamakan dengan hal di atas. Artinya, orang yang ragu apakah dia mempunyai tanggungan puasa wajib atau tidak, kemudian ia berpuasa dengan niat memenuhi tanggungannya atau yang biasa disebut qadha puasa, dan berniat puasa sunah apabila tidak ada kewajiban qadha. Maka niat dan puasanya sah.
Selain itu Ustadz Munjid Al-Hakim juga mengingatkan bahwa orang yang yakin tidak mempunyai tanggungan puasa wajib, tapi ia berpuasa seolah-olah ia ragu, niat dan puasanya haram, dan mengingatakan untuk segera memenuhi tanggungan puasa wajib yang kita miliki.

0 komentar:

Posting Komentar

Readers

Hakk�mda

About Me